spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ultimatum Wali Kota Neni: Masjid Terapung Harus Rapi dalam Seminggu!

SAYA masih ingat betul kunjungan ke Masjid Terapung Darul Irsyad Al Muhajirin di Kampung Selambai, Loktuan, pada 18 Juli 2025. Saat itu saya bersama Jauhar Efendi, sahabat lama yang kini menjadi widyaiswara senior di BPSDM Kaltim.

Kami datang malam hari. Lampu-lampu masjid berpendar di permukaan laut, memantulkan bayangan kubah emas di antara riak air. Indah. Tapi jujur, masih banyak yang belum tertata. Area parkir semrawut. Sisa bongkaran bangunan berserakan. Dan akses masuk belum ramah bagi pengunjung. “Harusnya dirapikan, karena kawasan ini bisa jadi wisata religi,” kata Jauhar kala itu.

Saya melihat potensi sekaligus kekosongan pengelolaan yang belum tersentuh serius. Masjid yang dibangun menyerupai bahtera ini sebenarnya memukau, dengan balkon menjorok ke laut dan lantai kaca di beberapa titik. Kapasitasnya sekitar 300 jemaah.

Namun keindahan arsitektur tidak cukup tanpa sentuhan perawatan dan tata ruang yang rapi. Apalagi masjid ini sudah diresmikan sejak Maret 2022, dibangun dengan dana puluhan miliar, dan seharusnya menjadi ikon wisata religi seperti Masjid Terapung di Makassar.

Baca Juga:   GolXSport: Menjawab Dahaga Konten Olahraga Digital

Sabtu pagi, 25 Oktober 2025 kemarin, saya melihat banyak unggahan di media sosial. Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, melakukan sidak di kawasan Pelabuhan Loktuan dan halaman Masjid Terapung.

Menariknya, sidak dilakukan di hari libur kerja. Ia datang tanpa seremoni, didampingi Sekda, Asisten Pembangunan, Kepala Dinas PUPR, Dishub, anggota DPRD, hingga Camat dan Lurah Loktuan. Fokusnya: menata ulang kawasan pelabuhan dan halaman masjid agar kembali bersih dan tertib.

“Ini pintu gerbang ekonomi kota. Kalau dibiarkan kotor dan berantakan, orang tidak akan datang lagi ke sini. Visi tanpa aksi hanya halusinasi,” tegasnya. Ia memberi instruksi agar pembongkaran bangunan liar, relokasi toilet, dan pembersihan sisa material diselesaikan dalam waktu satu minggu.

Perintahnya tegas, diucapkan dengan nada jujur bercampur rasa kecewa. Bahwa kawasan yang seharusnya membanggakan justru tampak kumuh di pintu gerbang kota.

Langkah ini penting, karena sering kali masalah bukan pada kurangnya anggaran, melainkan lemahnya tanggung jawab bersama. Masjid megah tak bermakna jika sekelilingnya kotor dan tak terurus. Penataan Loktuan bukan soal tampilan, tapi cerminan cara kita menghormati ruang publik.

Baca Juga:   Terjadi Lagi! Uang Rp 121 Juta Raib, Bankaltimtara dan OJK Bungkam, Nasabah Dipaksa Terima Nasib

Langkah Wali Kota Neni Moerniaeni turun langsung ke lapangan patut diapresiasi. Ia tak menunggu laporan. Tak bersembunyi di balik meja. Tegas, cepat, dan tanpa basa-basi. Sikap yang kini makin jarang terlihat di pemerintahan.

Sidak itu bukan rutinitas, tapi pesan moral. Bahwa menata kota berarti menata mental. Semoga kawasan Masjid Terapung benar-benar berubah, karena kota yang bersih mencerminkan warganya yang beradab. Seperti kata Neni, visi tanpa aksi hanyalah halusinasi. (*)

Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.

BERITA POPULER