spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sinyal di Daerah 3T yang Timpang: Kubar Masih Banyak Blank Spot, Mahulu Bergantung Telkomsel

HAMPIR setiap hari, saya menerima kiriman berita dari pedalaman Kaltim melalui Taufiq Hartommy atau akrab disapa Ichal. Dari cerita wartawan Media Kaltim ini, saya bisa merasakan betul bagaimana akses komunikasi masih menjadi perjuangan di Kabupaten Kutai Barat (Kubar), apalagi di Mahakam Ulu (Mahulu).

Tower di Kampung Long Bagun Ulu, Kecamatan Long Bagun

Di Kubar, kondisi jaringan relatif lebih baik. Di Melak dan sejumlah kecamatan, internet sudah bisa diakses meski tidak selalu stabil. Pernah, kata Ichal, jaringan mati total selama tiga hari. Ia pun terpaksa menumpang sinyal dari temannya yang memasang jaringan portable di mobil menggunakan Starlink. “Ada kawan yang punya jaringan internet (Starlink, Red.) di mobilnya, itu yang saya pakai,” ujarnya.

Tower di Jalan Poro Tikah, dari Kampung Ujoh Bilang menuju Kampung Long Bagun

Operator yang tersedia di Kubar memang lebih dari satu. Selain Telkomsel, masyarakat juga bisa menggunakan Indosat. Namun, secara jaringan, Telkomsel jauh lebih dominan dan lebih luas jangkauannya. Indosat hanya mengisi sebagian kecil area, sementara Telkomsel tetap jadi pilihan utama. Belakangan, mulai muncul alternatif baru seperti Starlink, tetapi penggunaannya masih terbatas karena faktor biaya dan peralatan.

Tower di Jalan PL, Kampung Ujoh Bilang

Meski relatif lebih baik dibanding Mahulu, fakta di lapangan menunjukkan bahwa Kubar masih menghadapi persoalan serius soal akses telekomunikasi. Pemkab Kubar bahkan telah menyampaikan langsung persoalan ini ke Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI) Kominfo.

Kepala Diskominfo Kubar, Rustam, menjelaskan bahwa dari 16 kecamatan dan 190 kampung serta 4 kelurahan, masih terdapat 51 kampung dengan kondisi jaringan lemah dan 23 kampung lain yang blank spot. Karena itu, Pemkab Kubar mengusulkan penambahan 64 titik BTS dan 61 titik VSAT. Harapannya, dengan tambahan infrastruktur ini, seluruh masyarakat Kubar bisa merasakan akses internet yang lebih merata dan berkualitas untuk mendukung pembangunan daerah.

Kondisi lebih berat dialami Mahulu. Di kabupaten yang berbatasan langsung Malaysia ini, Telkomsel menjadi satu-satunya operator seluler yang bisa diakses melalui ponsel. Itu pun jangkauannya belum merata. Indihome, yang kini juga dikelola Telkomsel, hanya menjangkau titik-titik tertentu. Banyak kampung masih harus puas dengan sinyal yang gampang hilang, apalagi ketika hujan turun atau sungai meluap.

Baca Juga:   Dari Kaltim untuk Dewan Pers
Tower di RT 11 Kampung Ujoh Bilang

Ichal bercerita, ketika berada di Mahulu, untuk mengirim berita ia kerap harus ke Kantor Bupati Mahulu dan nebeng jaringan Humas, atau ke Kantor Bappeda-Litbangda dekat Polres Mahulu. Kadang, ketika di penginapan, satu-satunya cara adalah membayar jaringan internet yang disediakan pihak penginapan. “Cuma tarifnya lumayan mahal. Saya harus bayar Rp150 ribu sampai Rp200 ribu untuk bisa unggah 2–4 berita plus foto,” katanya. Bayangkan, sekadar mengirim naskah berita dan foto harus dihitung seperti membeli bensin di tengah perjalanan panjang.

Baca Juga:   Geger Kasus Royalti Lagu, Banyak Kafe di Kaltim Matikan Musik

Tahun 2024 lalu, saat Media Kaltim merayakan puncak HUT ke-4 di Kubar, saya sendiri berkesempatan menyambangi Kubar dan Mahulu. Di Kubar, akses internet Telkomsel relatif lancar, komunikasi saya nyaris tak ada masalah. Namun, begitu perjalanan dilanjutkan ke Mahulu, situasinya berubah drastis.

Tower di Ujoh Bilang mengarah ke Melaham

Bersama rombongan tim Media Kaltim, didampingi Ichal, kami menumpang speedboat dari Dermaga Tering di Kubar menuju Kampung Ujoh Bilang, Kecamatan Long Bagun, pintu masuk ke Mahulu. Perjalanan saat itu ditempuh sekitar empat jam dengan speed yang sudah disiapkan Pemkab Mahulu. Untuk tarif reguler, warga biasanya harus membayar Rp400 ribu–Rp450 ribu per penumpang.

Sepanjang perjalanan menyusuri Sungai Mahakam, nyaris tak ada sinyal. Ponsel hanya berfungsi sebagai penunjuk waktu dan alat untuk abadikan momen. Barulah ketika memasuki Ujoh Bilang, ibu kota Mahulu, jaringan kembali bisa diakses.

Selain speedboat, ada beberapa pilihan transportasi lain. Kapal kayu besar berangkat pukul 11.00 siang dari Tering dan baru tiba sekitar pukul 12.00 siang keesokan harinya, sehingga total perjalanan mencapai 25 jam. Ada juga kapal taksi motor dengan tarif Rp150 ribu per penumpang, namun waktu tempuhnya lebih lama dibanding speedboat.

Baca Juga:   Pahitnya Menang Lelang Negara (3): Kronologi Lelang dan Bukti yang Berbicara

Jalur darat menggunakan travel bisa menjadi alternatif, hanya saja bergantung musim. Saat panas, perjalanan bisa 4–5 jam, namun ketika hujan bisa mencapai 6–7 jam dengan tarif sekitar Rp450 ribu per orang.

Ichal sering menggambarkan panjangnya jarak di pedalaman. Misalnya, dari Ujoh Bilang menuju Kampung Tiong Ohang di Kecamatan Long Apari. Perjalanan dengan speedboat bisa memakan waktu dua hingga tiga hari, tergantung cuaca dan arus sungai. Jika memakai longboat, waktunya bisa sampai empat hari. Tak heran jika masyarakat di sana kerap berkata, “Kami ini dekat Malaysia, tapi jauh dari ibu kota sendiri.” Ungkapan itu cukup untuk menunjukkan beratnya keterisolasian yang mereka hadapi.

Meski begitu, tidak bisa dimungkiri Telkomsel terus berupaya menghadirkan layanan. Hingga kini, enam menara BTS sudah berdiri di Mahulu. Dua di Long Hubung, dua di Long Bagun, serta masing-masing satu di Laham dan Pahangai.

Sejak BTS 4G di Ujoh Bilang diresmikan pada 2023, perubahan mulai nyata. Kepala Diskominfosandi Mahulu Markus Wan mengatakan, sebagian warga kini bisa mengakses layanan digital seperti live streaming, YouTube, hingga zoom meeting. Padahal, satu dekade silam, sekadar mengirim SMS pun butuh perjuangan.

Namun, tantangan masih besar. Puluhan kampung tetap tanpa sinyal. Banyak sekolah belum terhubung internet. Ichal bercerita, ia sering harus antre di kantor pemerintah hanya untuk mendapat akses WiFi. “Kalau di Pemkab dan Bappeda sinyal lebih stabil, tapi harus izin dulu, dan antre karena harus berbagi dengan pegawai yang bekerja,” katanya.

Baca Juga:   Sidrap ke Bontang? Agus Haris Yakin 99,9 Persen!

Telkomsel sendiri mengakui tantangan membangun jaringan di Mahulu. Hingga kini, jaringannya sudah menjangkau 11 kampung, mulai dari Datah Bilang, Laham, Long Bagun, Long Hubung, hingga Ujoh Bilang. Namun faktor geografis, terutama di kawasan Long Pahangai, membuat pemasangan fiber optik tidak mudah. Meski begitu, Telkomsel menegaskan tak akan berhenti berupaya. Langkah demi langkah dilakukan untuk menghadirkan layanan internet yang lebih baik di wilayah 3T, sejalan dengan program pemerintah mewujudkan Indonesia Merdeka Sinyal.

Itulah wajah nyata daerah 3T. Tertinggal, Terdepan, Terluar. Kubar dan Mahakam Ulu adalah contohnya. Mereka bukan sekadar wilayah administratif, tapi benteng perbatasan dan garda depan NKRI yang semestinya mendapat perhatian lebih.

Program Merdeka Sinyal yang dicanangkan pemerintah pusat harus benar-benar sampai ke kampung-kampung pedalaman ini. Jangan hanya jadi slogan di kota, sementara di perbatasan masyarakat masih menyalakan ponsel tanpa kepastian sinyal.

Bupati Mahulu menargetkan 50 kampung bisa menikmati internet. Sementara Diskominfosandi mendorong pembangunan fiber optik 60 km dari Long Melaham ke Long Hubung. Telkomsel pun terus berupaya meski medan geografis sangat berat, tapi semua itu tetap butuh dorongan politik dari pusat.

Merdeka Sinyal di 3T bukan soal teknologi, melainkan soal keadilan. Anak di Mahulu berhak belajar dengan fasilitas digital yang sama dengan anak kota. Petani di Kubar berhak tahu harga pasar secepat warga Samarinda dan wartawan di perbatasan berhak mengirim berita tanpa harus menumpang sinyal.

Jika sinyal benar-benar hadir hingga pelosok, bukan hanya komunikasi yang terbuka, melainkan juga jalan bagi ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan masa depan. Itulah makna sejati Merdeka Sinyal di 3T. (*)

Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.

BERITA POPULER