spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Penghapusan Denda PBB-P2 di Bontang: Niat Wali Kota Meringankan vs Birokrasi yang Membelit

BARU Senin (25/8/2025) hari ini saya benar-benar menyadari, ternyata sudah empat tahun saya belum membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Bukan karena tidak taat pajak, melainkan karena sistem pembayaran yang terasa berbelit dan tidak praktis.

Surat tagihan sering terselip, lalu saya tunda, hingga akhirnya terlewat begitu saja. Hari ini, dengan niat menuntaskan, saya mendatangi loket Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

Alasan saya datang bukan semata karena kesadaran pribadi, tetapi juga karena dorongan kebijakan Pemkot Bontang yang kembali menghapus denda administrasi PBB-P2 hingga September 2025. Kebijakan ini mencakup tunggakan sejak tahun pajak 2018 hingga 2024, sehingga warga hanya diwajibkan melunasi pokok pajaknya tanpa tambahan denda.

Warga mengurus pembayaran PBB-P2 di loket BPKAD Bontang.

Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, menegaskan bahwa kebijakan ini dimaksudkan untuk meringankan beban warga. “Untuk di wilayah Bontang, alhamdulillah menggratiskan tunggakan PBB. Di masanya daerah lain malah naik, kita malah sebaliknya, gratis lagi,” ucap kepada wartawan Media Kaltim.

Namun, ketika saya mencoba menjalani prosesnya, ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. Berdasarkan berkas status piutang, pokok pajak saya selama empat tahun mencapai Rp619.200 dengan tambahan denda Rp125.388.

Baca Juga:   Pahitnya Menang Lelang Negara (2): Gugatan Kabur, Eksepsi Dibenturkan dengan Fakta Hukum

Secara aturan, denda itu memang bisa dihapus. Tetapi di loket pembayaran, saya harus mengisi formulir, menyiapkan surat kuasa karena SPPT masih tercatat atas nama pemilik lama, dan melampirkan dokumen tambahan.

Seorang staf menjelaskan bahwa sejak 2024 sistem diubah, sehingga permohonan penghapusan denda harus diajukan resmi dan baru bisa diproses dalam 2 minggu. Padahal, pada 2023 lalu, denda bisa langsung otomatis dihapus tanpa prosedur panjang.

Suasana pelayanan di loket pembayaran pajak daerah BPKAD Bontang.
Bukti pembayaran PBB-P2 2025 yang dinyatakan lunas.

Sampai di tahap ini, saya menyerah dan memilih jalan paling praktis. Membayar dendanya. Meski sudah menyiapkan berkas dan surat kuasa, jumlah dendanya masih sepadan dengan waktu yang bisa dihemat ketimbang bolak-balik menunggu persetujuan formal.

Situasi ini persis seperti yang dialami banyak warga yang menginginkan ada keringanan. Hal itu juga diakui staf di loket PBB. Jika dendanya relatif kecil atau tak sampai Rp 50 ribu, warga memilih langsung membayarnya daripada harus kembali lagi.

Ironinya niat baik pemerintah memberi keringanan sering kali tidak maksimal dirasakan masyarakat karena terkendala birokrasi dan minimnya opsi layanan.

Baca Juga:   Selambai Malam Hari: Akses Mudah, Pujasera Tertata, Wisata Menjanjikan

Bahkan di loket BPKAD misalnya. Pembayaran masih terbatas pada uang tunai. Tidak ada pilihan transfer bank atau kanal digital seperti QRIS yang seharusnya bisa mempercepat proses. Saya sendiri sempat batal membayar karena tidak membawa uang tunai, sebelum akhirnya dibantu istri yang menunggu di mobil.

Hal serupa juga saya saksikan langsung ketika bertemu seorang kawan di tempat yang sama. Ia menunggak sejak 2024 dengan denda hanya Rp30 ribu. Awalnya ia berniat mengajukan penghapusan, namun setelah tahu prosedurnya harus menunggu dua minggu, ia memilih langsung membayar sekitar Rp400 ribu termasuk dendanya. “Ya sebenarnya ke sini karena juga melihat adanya penghapusan, tapi karena dendanya kecil dan pengajuannya repot harus menunggu dua minggu lagi, jadi saya bayar saja. Yang penting lunas,” katanya.

Baginya, membayar denda langsung lebih praktis karena jumlahnya kecil dan waktunya terbatas akibat bekerja di Samarinda. Saya pun pamit lebih dulu setelah menyelesaikan pembayaran karena ada urusan lain. Namun tak lama kemudian, kawan tadi menghubungi saya lagi. Ia mengeluh karena pembayaran hanya dilayani cash. “Tahu gitu saya pinjam dan saya transfer langsung. Ini kan repot, saya harus cari ATM lagi,” keluhnya.

Baca Juga:   Rudy–Seno ke Utara Kaltim: Jalan Rusak, Janji Lagi, Warga Menanti Tuntas

Dari pengalaman ini, jelas kebijakan penghapusan denda PBB-P2 patut diapresiasi dan bisa meringankan warga. Apalagi di tengah rencana kenaikan tarif PBB dan pemangkasan dana transfer pusat. Namun tanpa perbaikan layanan, manfaatnya tidak akan maksimal.

Warga butuh bukan sekadar keringanan, tetapi sistem pembayaran yang benar-benar mudah. Jika tidak, kebijakan yang baik hanya akan berhenti di niat, dan manfaatnya terasa setengah hati. (*)

Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.

BERITA POPULER