spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ketika Merah Putih Berkibar di Pedalaman Mului (1): Upacara Perdana, Pertamina Disambut Tangis Haru Warga

SAYA tidak berada langsung di Dusun Mului, Desa Swan Slutung, Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser pada 17 Agustus 2025. Namun dari puluhan potongan video dan foto-foto yang dikirim wartawan kami, Andrie Aprianto, saya seakan larut ikut berdiri di sana.

Dusun kecil yang berada di Kaki Gunung Lumut ini dihuni 23 kepala keluarga dengan belasan rumah sederhana. Mereka hidup di rumah-rumah kayu, dikelilingi hutan adat yang menjadi napas kehidupan turun-temurun. Dari tengah keterbatasan itulah, mereka menyongsong momen bersejarah dengan kepala tegak.

Momen itu terjadi di halaman SDN 012 Kunjung, sekolah yang sudah lama terbengkalai. Gedungnya sederhana, papan namanya kusam dimakan usia, namun pagi itu kembali hidup. Dulu pernah ada guru yang dikirim ke sini, bahkan rumah dinas sudah disiapkan.

Tetapi sulitnya akses membuat sang guru hanya sanggup bertahan tiga minggu, lalu meninggalkan sekolah. Sejak itu SDN 012 Kunjung kosong tak berpenghuni. Baru kali ini, halaman sekolah itu dipenuhi warga, saksi sakral berkibarnya Sang Merah Putih untuk pertama kalinya di Dusun Mului.

Tokoh adat ikut hormat saat Sang Merah Putih dikibarkan.
Peserta upacara memakai pakaian adat dan seragam putih dengan penuh kebanggaan.

Puluhan warga berbondong-bondong datang. Ada anak-anak berseragam SD, remaja dengan kaos putih, ibu-ibu berhijab, hingga orang tua yang berjalan pelan dengan tongkat. Di sisi depan, tampak pula para pemuda adat dengan ikat kepala merah dan pakaian tradisional Dayak. Barisan itu tegak menghadap ke tiang kayu bulat sederhana yang menopang Sang Merah Putih.

Baca Juga:   Lari Virtual, Gerakan Nyata: BUJURUN Kubar Tembus Long Iram Bawa Sembako

Tidak ada tribun megah. Tidak ada tenda resmi. Hanya atap sekolah tua, langit biru, dan rindang pepohonan hutan adat yang menaungi. Namun sakralitas begitu terasa. Saat lagu Indonesia Raya dikumandangkan, semua berdiri tegap memberi hormat. Anak-anak kecil pun ikut menempelkan tangan di dahi mereka, menatap lurus ke bendera.

Barisan warga Mului, tua-muda, menyatu dalam upacara kemerdekaan.
Warga Dusun Mului khidmat hormat bendera di halaman SDN 012 Kunjung.

Seorang lelaki tua tampak menyeka air mata. Air mata itu bukan kesedihan, melainkan kebanggaan karena akhirnya, setelah puluhan tahun, mereka merasakan upacara kemerdekaan di tanah leluhur sendiri.

Wajah haru warga Mului seakan membayar lunas perjalanan panjang yang ditempuh rombongan. Dari Balikpapan, Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan harus menempuh sekitar 214 kilometer, hampir 11 jam lamanya. Jalan berliku, berbatu, berlumpur, penuh kubangan, hingga kendaraan sering terhenti.

Namun semangat untuk hadir di pelosok mengalahkan rasa lelah. Executive General Manager Regional Kalimantan, Alexander Susilo, memimpin langsung rombongan bersama jajaran senior manager, officer, 50 perwira Pertamina, dan sejumlah wartawan.

Sejak awal 2025, Pertamina Patra Niaga memang aktif dengan berbagai program sosial. Pada Februari, mereka menyalurkan santunan Rp100 juta bagi 126 anak yatim, piatu, dan dhuafa di Balikpapan dan Kutai Kartanegara.

Baca Juga:   Ngopi Bareng Wartawan di Hutan Mahoni, Bupati dan Wabup Kukar Pilih Mendengar Sebelum Memerintah
Tim Pertamina berfoto di depan backdrop HUT RI.
Berpose bersama warga dengan busana tradisional.

Pada Mei–Juni, giliran masyarakat Mului yang mendapat perhatian lewat ekspedisi sosial berupa bantuan pangan, pakaian anak, alat tulis, hingga gotong royong membersihkan musala. Rangkaian itu seperti membuka jalan menuju perayaan kemerdekaan pada 17 Agustus 2025.

Puncaknya ada di Mului. Upacara bendera di sana bukan hanya seremoni, tapi bukti nyata negara hadir. Pertamina melengkapinya dengan pemeriksaan kesehatan gratis, pembagian perlengkapan sekolah, mainan edukatif untuk anak-anak, hingga lomba khas 17 Agustusan.

Sebelumnya juga ada penyaluran sembako dan perlengkapan ibadah. “Upacara kemerdekaan di Dusun Mului ini mengingatkan kita bahwa semangat persatuan Indonesia tidak mengenal batas jarak maupun medan. Masyarakat adat seperti Mului adalah bagian dari kekuatan bangsa dalam menjaga kelestarian alam,” ujar Alexander Susilo.

Kalimat itu bukan sekadar formalitas, tapi tekad agar semangat merdeka sampai ke pelosok. Bagi masyarakat adat Mului yang hidup sederhana menjaga hutan leluhur, momen ini begitu berharga.

Merah putih berkibar, anak-anak tertawa, orang tua meneteskan air mata. Sebuah perayaan yang sederhana, namun terasa lebih merdeka daripada upacara di kota-kota besar. (bersambung)

Baca Juga:   Ketika Merah Putih Berkibar di Pedalaman Mului (2/2): Pertamina Hadirkan Harapan, Warga Tuntut Jalan

Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.

BERITA POPULER