SAYA tiba di Stadion Bessai Berinta atau Lang-Lang sekitar pukul 20.15 Wita, Sabtu (2/8) malam ini. Final pertandingan basket putra antara SMAN 1 Bontang (Smansa) dan SMA YPK Bontang sudah berlangsung sengit. Tribun penuh sesak oleh suporter masing-masing tim. Ribuan penonton mengelilingi lapangan, sebagian berdiri, sebagian lainnya duduk di pinggir lapangan demi menyaksikan laga yang sejak awal diprediksi akan panas.
Di lapangan sepak bola yang berada tepat di seberang arena basket, sejumlah pemain masih terlihat berlatih di bawah cahaya lampu sorot. Meski bukan bagian dari agenda resmi Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) Himpunan Mahasiswa Bontang (HMB) Cabang Samarinda, keberadaan mereka ikut menghidupkan suasana.
Di sela jeda pertandingan, tiga penari dari SMA Islam Terpadu Daarul Hikmah Boarding School (DHBS) Bontang tampil di tengah lapangan basket. Mereka membawakan tarian Melayu dengan busana khas. Satu penari berdiri di depan, dua lainnya bersila. Gerakan mereka tegas dan ritmis. Puluhan kamera ponsel langsung terangkat, mengabadikan pertunjukan budaya di tengah atmosfer kompetisi olahraga.


Sementara itu, pemain dari Smansa dan YPK berdiskusi dengan pelatih masing-masing. Wajah mereka penuh keringat, strategi dibahas ulang. Di tribun, suasana semakin riuh. Suporter YPK tampil dominan dengan seragam biru tua dan maskot serigala berbaju basket nomor 5. Tak kalah semangat, pendukung Smansa membalas dengan barisan rapat dan yel-yel lantang.
Suporter Smansa tampil militan. Mereka mengenakan kaus marun bertuliskan “Mercury Smansa” dan memenuhi tribun tengah dengan formasi rapi.
Kedua suporter tampil kompak dan energik. Mereka terus menyuarakan dukungan lewat gerakan tangan serentak dan teriakan yang menggema. Beberapa memimpin chant di barisan depan, disambut gemuruh dari belakang. Mereka tidak sekadar menonton—mereka menjadi bagian dari pertandingan.
Pertandingan berlangsung sangat ketat. Skor sempat saling kejar. Smansa unggul tipis 25–24 sebelum akhirnya YPK membalikkan keadaan dan menutup laga dengan skor 39–33.
Laga ini menjadi penutup dari rangkaian pertandingan yang digelar sejak 26 Juli 2025, diikuti sembilan tim dari enam sekolah.


Malam sebelumnya juga berlangsung seru. Pertandingan perebutan tempat ketiga mempertemukan SMA Vidatra dan SMAN 2 Bontang (Smanda). Pertandingan berjalan ketat hingga akhirnya dimenangkan tim Vidatra dengan skor tipis 33-32. Suporter dari kedua tim juga antusias memenuhi tribun dan menyemangati jalannya pertandingan.
Dukungan tidak hanya datang dari rekan dan pelatih, tapi juga dari orang tua para pemain. Kartini, salah satu orang tua pemain dari tim YPK, mengaku bangga sekaligus terharu menyaksikan perjuangan anak-anak di lapangan.
“Anak saya latihan hampir setiap hari, dan malam ini semua terbayar. Suasananya luar biasa, saya sampai ikut teriak-teriak,” ujarnya.
Yang patut diapresiasi adalah kerja keras panitia dari HMB Cabang Samarinda. Tanpa sponsor besar dan fasilitas mewah, mereka mampu menyelenggarakan kegiatan yang meriah, tertib, dan penuh antusiasme. Agenda tidak hanya mencakup pertandingan olahraga, tetapi juga lomba fotografi bertema sosial, hingga seremoni penutupan yang tersusun rapi.
Sayangnya, yang mewakili Pemkot Bontang batal hadir. Padahal malam ini adalah puncak kegiatan dan momen penting untuk menyaksikan langsung bagaimana mahasiswa dan pelajar mampu menyelenggarakan acara sebesar ini secara mandiri.
Ketua HMB Cabang Samarinda, Alfiani Hanifah Salsabila, menyampaikan bahwa kegiatan ini bukan sekadar perlombaan, tapi juga ruang pertemuan dan pembentukan karakter. Ia juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah mendukung terselenggaranya kegiatan ini.
“Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Pemkot Bontang, khususnya kepada Wali Kota Bontang yang telah memberi ruang dan perhatian, serta Dinas Pemuda dan Olahraga yang telah memfasilitasi kegiatan ini. Terima kasih juga kepada sponsor, donatur, dan seluruh panitia Porseni VIII yang telah bekerja keras dari awal hingga akhir. Semoga ke depan Porseni bisa lebih besar dan berdampak bagi generasi muda Bontang,” ujar Alfiani.
Porseni bukan hanya milik panitia dan HMB Cabang Samarinda. Ini tanggung jawab bersama. Mahasiswa sudah membuktikan bahwa mereka bisa bekerja dan menghadirkan sesuatu yang layak diapresiasi. Sekarang saatnya semua pihak yang memiliki otoritas dan sumber daya menunjukkan dukungan nyata—bukan hanya lewat ucapan terima kasih setelah acara selesai.
Final basket Smansa vs YPK membuktikan satu hal: pelajar Bontang punya semangat besar. Yang mereka butuhkan hanyalah ruang, kesempatan, dan pengakuan. Dan malam ini, Lang-Lang menjadi saksi bahwa semangat itu hidup dan layak diteruskan. (*)
Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.