MINGGUÂ malam (7/9/2025), saya datang ke Festival UMKM Berbenah yang dibuka oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Bontang, Aji Erlynawati, mewakili Wali Kota Neni Moerniaeni. Acara ini merupakan hasil kolaborasi Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan (DKUKMPP) Kota Bontang bersama komunitas anak muda Galatana Kreatif.

Saya memilih menggunakan motor bersama istri karena setiap kali ada acara besar di Stadion Bessai Berinta atau Lang-Lang, parkir mobil selalu sulit didapat. Benar saja, sejak memasuki kawasan stadion, pengunjung sudah memadati hampir semua sudut. Parkir mobil di dalam penuh, hingga banyak kendaraan terpaksa diparkir di pinggir Jalan KS Tubun, depan stadion. Dengan motor, saya bisa masuk lebih dekat dan langsung merasakan suasana di jantung acara.
Lorong tenda UMKM malam itu dipadati pengunjung. Lampu-lampu terang menghiasi area. Aroma makanan khas tercium dari berbagai penjuru. Sementara dari ujung lokasi panggung musik menggelegar. Di gerbang, maskot “Bawito” berdiri tegak, menjadi simbol bahwa festival ini lahir dari identitas lokal Bontang.
Saya sempat singgah di stan Disdukcapil dan bertemu langsung dengan Kepala Disdukcapil Budiman, bersama Kabid PIAK Muhammad Thamrin. Mereka melayani penerbitan KIA, KK, hingga layanan digital kependudukan. Cukup lama kami berdiskusi, mulai dari urusan layanan kependudukan hingga soal event yang memberikan ruang bagi UMKM ini. Budiman mengakui kegiatan ini sangat positif. “Lang-Lang sudah sangat representatif. Tinggal konsistensi saja,” ujarnya. Thamrin menimpali bahwa untuk menampung UMKM memang tidak harus menutup jalan. “Bahkan setelah ini, tinggal ganti nama saja,” ujarnya.
Ucapan itu langsung mengingatkan saya pada wacana Car Free Night (CFN) di Jalan Ahmad Yani beberapa pekan lalu. Idenya bagus, membuka ruang bagi UMKM sekaligus tempat rekreasi malam warga. Tapi ditunda untuk realisasinya karena pro-kontra dan tidak mendapat izin Polres dengan alasan lalu lintas.
Kalau begitu, mengapa harus memaksa di jalan utama, jika di Lang-Lang semua sudah ada? Fasilitas luas, kuliner bisa tertata, anak-anak bisa bermain, dan warga bisa berolahraga.
Festival itu sendiri tidak berhenti pada malam tadi. Agenda masih berlanjut hingga 10 September mendatang. Hari pertama diisi dengan senam bersama PERSANI, fashion show Batik Nusantara, tari Nusantara, musikalisasi puisi, penampilan Sape’ hingga Band JIVA.

Hari kedua menghadirkan masak besar rekor MURI sambal gammi, modern dance, serta penampilan band Sri Sultan dan DJ Julian.
Hari ketiga, warga bisa menyaksikan lomba lambe terpedas khas Bontang, tarian IODI, band lokal Dianova, hingga penampilan Syarla.
Sedangkan puncaknya di hari keempat akan ada lomba inovasi UMKM naik kelas, tari hip hop, band Delawwa, penampilan Silet Open Up, DJ El Papito, dan ditutup dengan seremoni resmi.

Rangkaian ini menunjukkan bahwa festival bukan hanya soal kuliner, tetapi juga seni, hiburan, sekaligus ajang mengangkat produk UMKM agar naik kelas.
Malam tadi saya melihat sendiri masyarakat menikmati ruang baru ini. Anak-anak berlarian di zona permainan, orang tua bersantai menyeruput kopi, remaja sibuk berswafoto di bawah lampu neon. Tampak ribuan orang memenuhi lorong tenda, ada yang serius bertransaksi, ada yang sekadar mencicipi.
Dari atas bangunan MTQ, pemandangan lebih jelas. Lautan manusia menyesaki setiap sudut, lampu tenda berkilau, panggung utama jadi pusat perhatian dengan cahaya warna-warni yang menyala terang.

Menariknya, meski ribuan orang hadir untuk menikmati festival, kegiatan rutin latihan sepak bola di stadion tidak terganggu. Sebagian pengunjung bahkan terlihat menyempatkan diri menonton dari tribun lapangan. Suasana pun semakin hidup. UMKM berjalan, hiburan musik meriah, olahraga tetap berlangsung.
Siti, pedagang kuliner, mengaku dagangannya belum habis, tetapi ia senang dengan ramainya pengunjung. “Alhamdulillah, walau belum ludes, tapi pembeli terus berdatangan. Rasanya beda, lebih ramai daripada jualan di tempat biasa,” katanya. Yudi, pedagang minuman dingin, menimpali, “Kalau di Lang-Lang begini, kami bisa fokus jualan tanpa khawatir mengganggu lalu lintas. Lebih aman buat pembeli juga.”
Dari sisi pengunjung, Rani, warga Belimbing, merasa tenang membawa anak-anaknya. “Di stadion ini aman, anak bisa bebas main, sementara orang tua bisa berbelanja. Suasananya juga lebih nyaman karena area luas dan tertata,” ujarnya.

Sementara pada acara pembukaan Minggu pagi, Sekda Bontang, Aji Erlynawati, menegaskan bahwa Pemkot terus berkomitmen memberikan dukungan konkret dan berkelanjutan. “Mulai dari peningkatan kapasitas SDM hingga fasilitas permodalan melalui Kredit Bontang Kreatif,” katanya.
Komitmen itu menemukan relevansinya di Stadion Lang-Lang. Jika serius, Pemkot tak sulit menjadikan kawasan ini pusat UMKM permanen dengan nama baru yang lebih ikonik.
Saya punya keyakinan: tertundanya Car Free Night bukan akhir, justru pelajaran. Bontang sudah menemukan alternatif yang lebih tepat. Tinggal konsistensi pemerintah dan komunitas untuk merawatnya. Jika Lang-Lang benar-benar dipermanenkan, ekonomi rakyat tidak hanya bergerak sesaat lewat festival, tetapi tumbuh berkelanjutan. (*)
Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.