spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Di Bawah Tol Balikpapan, Kepala Sekolah Ini Menyapu, Ngepel, dan Potong Rumput Sendiri

TAK banyak kepala sekolah yang menyapu halaman sekolahnya sendiri. Tapi Pak Hamidansyah, Kepala SDN 025 Karang Joang, Balikpapan Utara, memilih melakukannya. Ia datang lebih pagi dari guru-guru lain, membawa sapu di tangan, dan menyapa satu per satu murid yang masuk gerbang sekolah.

Video kiriman wartawan kami merekam rutinitas pagi itu. Anak-anak mulai berdatangan ke sekolah. Di tengah halaman, Pak Hamid terlihat menyapu dengan tenang. Ia mengenakan batik coklat, celana panjang hitam, dan sepatu kerja. Sapu di tangan kanan, serok di tangan kiri. Semua tampak alami, tanpa dibuat-buat.

Saya mengira itu hanya momen sesekali. Ternyata tidak. Dalam foto lain, ia tampak membungkuk mengepel lantai depan kelas. Dan di video berbeda, Pak Hamid terlihat mengoperasikan mesin pemotong rumput di halaman depan sekolah. Ia mengayunkan alat itu perlahan, menjaga kebersihan halaman sekolah sendirian. Tak ada yang menyuruh. Tak ada petugas kebersihan yang membantu. Karena memang sekolah ini tidak punya petugas kebersihan.

Kepala SDN 025 Karang Joang, Hamidansyah.

Saat ditanya wartawan, mengapa ia turun langsung mengurus kebersihan, jawabannya singkat dan tenang. “Sekolah ini tidak punya penjaga, Pak. Kalau bukan saya, siapa lagi? Anak-anak ini lihat semua. Mereka belajar bukan cuma dari buku, tapi dari kebiasaan orang dewasa di sekitar mereka”. Bukan untuk dipuji. Ia hanya percaya, pendidikan dimulai dari contoh nyata.

Baca Juga:   Sinyal di Daerah 3T yang Timpang: Kubar Masih Banyak Blank Spot, Mahulu Bergantung Telkomsel

SDN 025 Karang Joang hanyalah sekolah kecil. Terdiri dari enam ruang kelas, padahal jumlah rombongan belajar (rombel) ada 12. Artinya, satu ruang digunakan bergantian oleh dua kelas. Ketika ada orang tua yang ingin memindahkan anaknya karena alasan domisili, Pak Hamid sering harus menolak. “Penuh, Pak. Sekolah lain di sekitar sini juga sudah penuh,” ujarnya.

Jumlah gurunya terbatas. Hanya 11 orang. Tahun ini satu orang akan pensiun. Tak ada guru cadangan, tak ada tambahan staf. Semua berjalan dengan formasi yang sama dari tahun ke tahun.

Lokasi SDN 025 Karang Joang berada tepat di bawah tol Balikpapan.
Orang tua mengantar anak hingga depan gerbang SDN 025 Karang Joang.

Pak Hamid tidak mengeluh. Tapi dari ucapannya jelas, mereka butuh perhatian. Bukan untuk dirinya, tapi demi anak-anak yang datang setiap pagi dengan harapan bisa belajar lebih baik.

Mengutip data dari sejumlah pemberitaan, pada 2025 Balikpapan menerima alokasi dana BOS sebesar Rp158,6 miliar untuk seluruh jenjang pendidikan dasar hingga menengah. Namun, sekolah kecil seperti SDN 025 Karang Joang masih jauh dari kata layak. Fasilitas terbatas, ruang kelas kurang, dan tidak memiliki tenaga kebersihan.

Baca Juga:   Sidrap Menuju Garis Final (2/2): MK Punya Tenggat, Warga Butuh Jawaban

Ketimpangan ini kian terasa ketika melihat pertumbuhan pesat wilayah Karang Joang. Di tengah menjamurnya hunian baru, kebutuhan akan ruang belajar justru belum mendapat prioritas.

Pak Hamid berharap Dinas Pendidikan Balikpapan bisa bersinergi dengan Dinas Permukiman dan Perumahan (Perkim) agar penyediaan fasilitas pendidikan tidak tertinggal dari geliat pembangunan.

“Kalau perumahan bertambah, sekolah juga harus bertambah. Jangan sampai anak-anak gagal sekolah cuma karena ruangannya tidak cukup,” kata Pak Hamid.

Sekolah ini berdiri di bawah bayang tiang-tiang raksasa Tol Samarinda–Balikpapan. Bahkan, di sisi lainnya, sedang dibangun Tol Balikpapan–IKN. Lalu lintas memang belum terlalu ramai, tapi ia sadar situasinya akan berubah cepat.

“Sekarang belum terganggu. Tapi kalau IKN sudah jalan, pasti ramai. Anak-anak bisa terganggu konsentrasinya,” ujarnya sambil menunjuk ke arah jalan tol.

Saya membayangkan: ruang sempit, murid bergantian kelas, suara kendaraan berat dari luar jendela, dan guru yang harus mengajar dalam keterbatasan. Tapi di tengah semua itu, Pak Hamid tetap datang paling pagi. Menyapu. Mengepel. Memotong rumput. Menyambut murid. Lalu mengajar.

Baca Juga:   Ketika Driver Ojol dan Taksi Online Melawan: Maxim Bandel Tarif, Grab Bermain Promo, Gojek Paling Patuh?

Tak ada kamera. Tak ada acara seremonial. Tak ada unggahan dari akun resmi. Hanya rutinitas yang terus ia jalani setiap pagi. Pekerjaan dasar yang sering luput dari laporan atau rapat-rapat kantor.

Pak Hamid jarang mengeluh soal fasilitas. Tapi dari caranya bekerja, kita tahu: di balik pembangunan IKN dan menjamurnya perumahan, masih ada sekolah yang sempit, tanpa penjaga, berdiri di bawah bayang tol.

Dan di sekolah itu, ada kepala sekolah yang masih datang paling pagi, menyapu sendiri halaman tempat anak-anak belajar. (*)

Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.

BERITA POPULER