HUJAN deras sejak siang membuat perjalanan saya dari Bontang ke Balikpapan, Rabu (23/10), menjadi ujian kesabaran. Jalan licin, jarak pandang pendek, dan angin kencang memaksa saya melaju perlahan di tengah guyuran hujan. Di sepanjang jalan, genangan air mulai terlihat mengisyaratkan banjir juga mulai meluas hingga Samarinda.
Saya menghubungi Dimas, wartawan Media Kaltim di Samarinda. Saat itu ia mengatakan situasinya belum hujan. “Masih mendung, Pak,” katanya. Namun tak sampai setengah jam kemudian, tepat pukul 12.38 Wita, ia mengirim video ke grup redaksi dari depan rumahnya. “Ini Pak, baru hujan. Deras sekali, anginnya juga kencang,” ujarnya dalam video yang memperlihatkan dirinya keluar rumah sambil menatap langit yang mulai gelap.
Tak lama berselang, kabar datang beruntun: longsor di Air Hitam, rumah roboh, dan kawasan Sempaja hingga Jalan Mugirejo mulai terendam air.
Sebelum simpang Muara Badak, genangan masih bisa dilalui meski arus air cukup kuat. Saat memasuki wilayah Tanah Datar, air sudah setinggi lutut. Mobil kecil berhenti, pengendara motor banyak yang mogok. Warga membantu mengatur arus lalu lintas. Saya menunggu beberapa menit sebelum akhirnya memutuskan menerobos perlahan.
Begitu masuk Lempake, tepat setelah Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS), kendaraan mulai merayap. Waktu menunjukkan pukul 17.00 Wita. Saya kembali menghubungi Dimas untuk memastikan kondisi di Jalan DI Panjaitan. “Macet panjang, Pak. Mugirejo sepinggang airnya. Bisa sampai malam kalau lewat situ,” jawabnya.
Saya sempat mencoba jalur alternatif lewat dalam Lempake, tapi justru lebih parah. Akhirnya saya kembali ke arah Jalan DI Panjaitan dan ikut antrean panjang kendaraan. Di sisi lain, mobil BPBD Samarinda terlihat melawan arus menuju lokasi evakuasi. Petugas meminta pengendara memberi jalan agar mereka bisa cepat ke titik banjir.


Sekitar pukul 19.00 Wita saya akhirnya keluar dari kemacetan. Melalui jalur Damanhuri–Gerilya–Sambutan menuju Mahkota II, jalanan mulai lancar meski masih ada beberapa titik genangan. Mobil kembali bisa melaju normal, dan saya tiba di Balikpapan pukul 21.00 Wita. Sembilan jam perjalanan untuk jarak yang biasanya hanya lima jam.
Banjir besar yang melanda Samarinda Rabu (23/10) tidak hanya disebabkan curah hujan tinggi, tetapi juga karena sistem drainase dan pengendalian air yang belum berfungsi optimal. Berdasarkan data Info Taruna Samarinda (ITS) dan BPBD, sedikitnya 27 kawasan terendam dengan ketinggian air antara 30–70 sentimeter.
Genangan terjadi di sejumlah titik seperti Jalan Juanda, Suryanata, Kadrie Oening, Mugirejo, Damanhuri, Pramuka, Lempake, hingga Loa Bakung. Beberapa fasilitas umum juga terdampak, termasuk RSUD Abdul Wahab Sjahranie dan SMP Negeri 24 Samarinda. Pohon tumbang dilaporkan di Jalan Ir. Sutami dan Antasari 2, sementara tanggul jebol terjadi di RT 8 Kelurahan Sempaja Selatan, kawasan Villa Tamara. Di Jalan Wiratama, Air Hitam, satu korban sempat tertimbun longsor namun berhasil diselamatkan.

BMKG Kaltim mencatat hujan deras disertai angin kencang dan petir berlangsung antara pukul 12.30–14.30 Wita. Fenomena La Niña disebut turut meningkatkan curah hujan di wilayah Kaltim. Namun persoalan banjir tidak semata karena cuaca ekstrem. Penumpukan sedimen di drainase, penyempitan aliran sungai, serta minimnya daerah resapan memperparah genangan di berbagai kawasan.
Saya yang sering melintasi jalur Bontang–Samarinda–Balikpapan melihat sendiri, hujan dengan intensitas sedang saja sudah cukup membuat akses utama terputus. Ini pertanda kapasitas kota dalam menampung air sudah sangat terbatas.
Banjir di Samarinda bukan hanya akibat hujan deras, tetapi juga karena penanganan yang belum sepenuhnya tuntas. Pemkot Samarinda telah melakukan berbagai langkah. Pembangunan kolam retensi, pengerukan drainase, hingga normalisasi sungai. Namun pekerjaan ini memang belum selesai.
Upaya yang sudah dilakukan perlu diteruskan secara konsisten dan melibatkan masyarakat. Tanpa kedisiplinan bersama menjaga kebersihan saluran dan ruang air, banjir akan tetap datang kembali, meski arah kebijakan pemerintah sudah berada di jalur yang benar. (*)
Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.





