spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Dualisme Berakhir, Munir Jadi Ketua PWI, Atal Pimpin Dewan Kehormatan

KONGRES PWI 2025 di Cikarang menjadi titik balik penting. Setelah berbulan-bulan organisasi ini diguncang dualisme kepemimpinan, Sabtu (30/8) malam ini, tarik-ulur itu akhirnya berakhir di ruang sidang pleno.

Dengan 52 suara, Akhmad Munir ditetapkan sebagai ketua umum PWI Pusat, mengalahkan Hendry Chairudin Bangun yang meraih 35 suara. Pada saat yang sama, kursi ketua dewan kehormatan dimenangkan Atal S. Depari dengan 44 suara, hanya unggul tipis dari Sihono HT yang memperoleh 42 suara, sementara satu suara dinyatakan rusak.

Kongres kali ini bukan sekadar memilih ketua baru, melainkan juga menutup babak dualisme yang sejak 2024 memecah PWI ke dalam dua kubu. Hendry Chairudin Bangun lewat Kongres Bandung dan Zulmansyah Sekedang melalui Kongres Luar Biasa (KLB) Jakarta. Perpecahan itu bahkan sempat membuat Hari Pers Nasional (HPN) 2025 digelar di dua tempat berbeda.

Karena itu, pencalonan kembali Hendry Chairudin Bangun menjadi pusat perhatian. Kehadirannya dipandang bukan hanya untuk mempertahankan kursi, tetapi juga sebagai bagian dari upaya menutup konflik dengan cara demokratis. Namun hasil voting memperlihatkan arah berbeda. Mayoritas memilih Akhmad Munir sebagai wajah baru untuk membawa PWI ke jalan rekonsiliasi dan konsolidasi.

Baca Juga:   Saat Kritik Dibalas Doxxing, Siapa Melindungi Ruang Demokrasi Kita?

Namun demikian, jalan menuju keputusan itu tidak mudah. Pleno Tata Tertib sempat panas akibat klaim mandat di PWI Kepulauan Riau dan tarik-menarik suara di PWI Kalimantan Utara. Lebih dari dua jam forum terhenti, sebelum pimpinan sidang menegaskan suara sah hanya ada di tangan ketua definitif, bukan mandat tertulis.

Hasil penghitungan suara Kongres PWI 2025: Munir unggul 52–35, Atal menang tipis 44–42.
Akhmad Munir resmi terpilih sebagai Ketua Umum PWI Pusat periode 2025–2030.

Saya memang tidak berada langsung di arena kongres. Namun lewat percakapan di grup WhatsApp Pengurus PWI Kaltim, saya mengikuti jalannya pemilihan. PWI Kaltim hadir lengkap, dipimpin Abdurrahman Amin sebagai ketua, didampingi Achmad Shahab sebagai sekretaris, serta pengurus Munanto dan Wiwid Marhaendra Wijaya. Dalam forum ini, PWI Kaltim membawa hak suara resmi yang dijalankan oleh ketua Abdurrahman Amin.

Dari laporan itu tergambar suasana panas berubah lega ketika hasil diumumkan: Munir menang meyakinkan, Atal unggul tipis.

Terpilihnya Munir dan Atal menandai berakhirnya dualisme yang memalukan. Sejarah pernah mencatat perpecahan serupa di awal 1970-an yang baru selesai tiga tahun kemudian lewat “Kongres Integrasi”. Kini, cukup satu kongres persatuan untuk mengubur konflik. Bedanya, publik mengawasi, Dewan Pers memberi tekanan, dan organisasi tak bisa lagi larut dalam krisis.

Baca Juga:   Jangan Ada Dua Wajah di IKN

Tantangan berikutnya sudah menanti. Dalam 30 hari, Munir harus menyusun kepengurusan lengkap dan membuktikan bahwa PWI adalah rumah besar wartawan, bukan sekadar arena tarik-menarik kepentingan. Dualisme sudah merusak wibawa organisasi. Kini saatnya kerja nyata. Memperkuat profesionalisme, melindungi jurnalis, dan menjaga kemerdekaan pers di tengah gempuran disrupsi digital.

Kongres ini menyiratkan pesan penting: wartawan melalui PWI hanya akan dihormati bila mampu menjaga independensi, integritas, dan soliditas. Tanpa itu, organisasi akan mudah terpecah, rawan intervensi, dan kehilangan relevansinya.

Periode 2025–2030 akan menjadi ujian sebenarnya. Apakah PWI bangkit sebagai organisasi yang bersatu dan berwibawa, atau hanya menutup satu konflik untuk membuka konflik baru? Jawabannya kini ada di pundak Akhmad Munir dan kepengurusannya. (*)

Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.

BERITA POPULER