spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pahitnya Menang Lelang Negara (2): Gugatan Kabur, Eksepsi Dibenturkan dengan Fakta Hukum

DI tulisan bagian pertama, saya sudah menceritakan bagaimana perjalanan saya dari memenangkan lelang rumah secara resmi hingga duduk di kursi Tergugat II (T2).

Kali ini, saya mulai mengurai bagian penting dari jawaban yang kami ajukan di persidangan. Dimulai dari eksepsi atau keberatan awal serta alasan mengapa saya meyakini tidak ada unsur perbuatan melawan hukum dalam tindakan saya.

Eksepsi ini kami ajukan tujuannya untuk menunjukkan bahwa gugatan yang diarahkan kepada saya dibangun di atas dasar yang keliru.

Pertama, soal kedudukan saya sebagai pihak T2. Saya adalah pembeli sah melalui lelang eksekusi negara yang dilaksanakan KPKNL Balikpapan. Tidak pernah ada hubungan hukum sebelumnya dengan Penggugat. Secara hukum, sulit dibenarkan jika saya diminta bertanggung jawab atas masalah yang justru muncul setelah proses lelang selesai.

Kedua, isi gugatan yang diarahkan kepada saya kabur atau obscuur libel. Tidak dijelaskan perbuatan melawan hukum apa yang saya lakukan, pasal mana yang saya langgar, atau kewajiban hukum apa yang saya abaikan.

Baca Juga:   Viral Nyapu dan Ngepel Sendiri, Kini Kepsek SDN 025 Berjuang Lawan Lumpur

Ketiga, keberatan mengenai kewenangan relatif pengadilan. Berdasarkan hukum acara, perkara seharusnya diperiksa di pengadilan yang sesuai domisili tergugat. Saya berdomisili di Bontang, namun gugatan diajukan di PN Balikpapan.

Keempat, gugatan ini kami nilai prematur. Penggugat tidak menempuh mekanisme keberatan administratif ke KPKNL sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 213/PMK.06/2020. Padahal, keberatan itu wajib diajukan maksimal lima hari kerja setelah pelaksanaan lelang, sebelum melangkah ke pengadilan. Tahap ini diabaikan, sehingga gugatan kehilangan pijakan hukumnya.

Seluruh keberatan ini kami sertakan bersama dokumen pendukung. Risalah lelang resmi, bukti pelunasan, bukti pembayaran BPHTB, hingga permohonan balik nama sertifikat. Semua tersusun rapi untuk menunjukkan bahwa setiap langkah saya sudah sesuai prosedur.

Dalam proses persidangan, posisi saya juga diperkuat jawaban dari pihak lain. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat (BJB) sebagai Tergugat I menegaskan haknya sebagai kreditur yang mengeksekusi hak tanggungan sesuai UU Hak Tanggungan dan PMK 213/PMK.06/2020.

Lelang dilakukan terbuka, tidak ada penetapan sita atau status quo yang menghalangi, dan tidak ada pembatalan dari KPKNL. Menurut BJB, keberatan Penggugat seharusnya diselesaikan di PTUN, bukan di pengadilan umum.

Baca Juga:   Saat Kritik Dibalas Doxxing, Siapa Melindungi Ruang Demokrasi Kita?

Sementara itu, KPKNL sebagai Tergugat III menyatakan hanya menjalankan permintaan lelang dari pemohon yang sah (BJB). Mereka memastikan seluruh prosedur, mulai dari pengumuman, penawaran, hingga penetapan pemenang, telah sesuai PMK 213/PMK.06/2020. KPKNL tidak berwenang memutuskan status kepemilikan, dan jika ada keberatan, jalurnya adalah gugatan ke PTUN, bukan PN Balikpapan.

Dengan demikian, bukan hanya saya yang menegaskan bahwa proses lelang ini sah. Kreditur dan pelaksana lelang pun memiliki pandangan yang sama, disampaikan langsung di persidangan.

Setelah mediasi gagal, persidangan kini lebih banyak berjalan melalui e-Court. Hanya tahap awal yang dilakukan tatap muka, selebihnya seluruh dokumen—mulai dari jawaban, replik, hingga duplik, kami unggah secara daring. Sambil menunggu sidang pembuktian, proses hukum terus berjalan, meski tidak selalu di ruang sidang.

Di bagian berikutnya, saya akan menguraikan kronologi lengkap pelaksanaan lelang. Mulai dari saya mendapatkan informasi, mendaftar, mengikuti penawaran, menang, melunasi, hingga mengurus balik nama. Ini agar pembaca dapat menilai langsung mengapa proses ini sah dan tidak bisa dibatalkan hanya karena pihak yang kalah tidak puas dengan hasilnya. (bersambung)

Baca Juga:   Pahitnya Menang Lelang Negara (3): Kronologi Lelang dan Bukti yang Berbicara

Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.

BERITA POPULER