Masih ingat Bapak Hamidansyah, Kepala SDN 025 Karang Joang, yang setiap pagi datang lebih awal, menyapu halaman, memotong rumput, dan menyapa satu per satu anak yang masuk gerbang? Rutinitas itu bukan sekadar kebiasaan, tapi bentuk tanggung jawab di sekolah yang bahkan tak memiliki petugas kebersihan.
Kini, ia mendapat ujian lagi, ketika sekolahnya harus berulang kali berjuang melawan lumpur setiap hujan deras mengguyur. Pagi tadi (13/8), saya menerima kiriman foto dan video dari wartawan kami di Balikpapan. Isinya kondisi memprihatinkan yang direkam Kepala SDN 025 Karang Joang, Hamidansyah.
Hujan deras yang mengguyur sekitar satu jam malam tadi membuat halaman sekolah berubah menjadi lautan lumpur. Lapangan yang biasanya dipakai untuk sepak bola dan basket itu nyaris tak terlihat garisnya. Akibatnya, kegiatan belajar di sekolah diliburkan dan siswa belajar dari rumah.

Kondisi seperti ini ternyata bukan pertama kali terjadi. Lokasi SDN 025 berada persis di bawah tiang-tiang Tol Samarinda–Balikpapan, sementara di sisi lainnya proyek Tol Balikpapan–Ibu Kota Nusantara (IKN) masih dikerjakan.
Letaknya membuat sekolah ini berada di titik yang rawan limpasan air bercampur lumpur setiap kali hujan deras mengguyur.
Air dari area proyek tol mudah mengalir masuk melalui celah pagar sekolah. Kontur tanah di sekitar proyek yang terbuka dan belum tertutup vegetasi membuat sedimen tanah terbawa bersama air, menggenangi lapangan, dan kadang merembet hingga ke depan ruang kelas.
“Setiap hujan deras, ini pasti terjadi. Air campur lumpur masuk dari arah jalan tol. Murid kami terpaksa belajar di rumah,” kata Hamidansyah kepada Media Kaltim.

Pagi tadi, guru dan pegawai sekolah hanya bisa menunggu. “Masih menunggu tangki air dari pihak tol untuk bersih-bersih,” ujarnya lagi. Siang harinya, truk tangki air dan pekerja proyek tol datang, menyemprot halaman, menyapu lumpur. Hasilnya bersih sementara, tapi semua tahu ini akan terulang lagi sampai drainase diperbaiki.
Masalah ini sudah berulang kali terjadi, namun belum mendapat perhatian serius dari Dinas Pendidikan maupun Pemerintah Kota Balikpapan.
Tol yang melintas tepat di atas sekolah ini merupakan proyek strategis nasional untuk mendukung akses menuju IKN, tetapi sekolah di bawahnya justru kerap terganggu akibat dampak pembangunan.
Jika tol tersebut mampu menghubungkan kota dengan pusat pemerintahan baru, maka seharusnya sekolah di bawahnya tidak perlu meliburkan murid hanya karena halaman terendam lumpur setiap hujan deras.
Perbaikan drainase dan pengendalian aliran air harus segera dilakukan kontraktor, Pemkot Balikpapan, dan pengelola tol agar kegiatan belajar mengajar tidak lagi terganggu. Jika tidak, kejadian ini akan terus berulang setiap musim hujan. (*)
Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.