spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sidrap ke Bontang? Agus Haris Yakin 99,9 Persen!

PAGIĀ ini, Rabu 6 Agustus 2025, saya menghadiri Forum Konsultasi Publik yang digelar oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Bontang di Pendopo Rumah Jabatan Wali Kota. Forum ini menjadi ruang terbuka bagi publik untuk menilai, menyampaikan kritik, serta memberikan masukan terhadap kualitas pelayanan administrasi kependudukan di Kota Bontang.

Dihadiri oleh ratusan peserta dari lintas sektor. Mulai dari perwakilan instansi vertikal, perangkat daerah, lembaga pendidikan, organisasi keagamaan, LSM, tokoh masyarakat, akademisi, hingga organisasi kepemudaan, forum ini berlangsung aktif dan mendapat perhatian serius dari para undangan.

Satu momen yang langsung mencuri perhatian saya adalah ketika Wakil Wali Kota (Wawali) Bontang, Agus Haris, secara khusus menyinggung wilayah Sidrap dalam sambutannya, terpisah dari sambutan resmi Wali Kota Neni Moerniaeni yang sebelumnya ia bacakan.

Dalam forum tersebut, Agus Haris menegaskan bahwa persoalan utama di Sidrap bukan lagi soal status kependudukan. Dari sekitar 3.000 warga, sebanyak 2.900 di antaranya sudah memiliki KTP Bontang. Proses migrasi data dari sistem sebelumnya, termasuk dari SIAK, telah tuntas dilakukan. Namun demikian, pelayanan publik belum bisa diberikan secara penuh karena wilayah ini masih diklaim oleh Kabupaten Kutai Timur (Kutim).

Baca Juga:   Melawan Zona Nyaman: Visi dan Aksi Neni Moerniaeni Bangun Bontang

Wawali bahkan menyebut kondisi Sidrap saat ini seperti ā€œjalur Gaza.ā€ Warga ber-KTP Bontang, namun kesulitan menikmati layanan kota—baik akses jalan, fasilitas pendidikan, layanan kesehatan, maupun bantuan sosial. Pemkot Bontang ingin masuk dan membangun, tetapi status administratif yang belum final menjadi penghambat utama.

Masalah ini bukan hal baru. Lebih dari dua dekade, Sidrap berada dalam situasi terkatung-katung secara wilayah. Masuk dalam peta Bontang, namun selalu terbentur saat kebijakan kota hendak dijalankan. Akibatnya, pelayanan tersendat dan masyarakat di lapangan menjadi korban dari tarik-menarik kewenangan.

Suasana kegiatan Forum Konsultasi Publik dan Sosialisasi Kebijakan Adminduk di Pendopo Rujab Wali Kota Bontang.

Begitu sesi pembukaan selesai, saya menghampiri Agus Haris dan bertanya langsung,
ā€œSejak lama warga Sidrap merasa nasibnya terkatung-katung. Seberapa yakin Bapak bahwa Mahkamah Konstitusi akan memutuskan Sidrap sah sebagai bagian dari wilayah Kota Bontang?ā€

Jawaban Agus Haris tegas:
ā€œ99,9 persen saya yakin,ā€ ucapnya tanpa ragu.

Keyakinan itu, menurut Agus, bukan tanpa dasar. Pemkot Bontang telah menyiapkan dokumen, peta, data kependudukan, serta bukti faktual pelayanan yang selama ini telah berjalan di Sidrap. Pemerintah kota bahkan telah membangun sejumlah fasilitas dasar dan mendukung gotong royong warga dalam pemenuhan infrastruktur.

Baca Juga:   PSU Mahulu: Suara Ulang, Harapan yang Sama

Agus Haris juga menyampaikan bahwa pada Senin, 11 Agustus 2025, Tim Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dijadwalkan turun langsung ke Sidrap, dipimpin langsung oleh Gubernur Kaltim. Kunjungan ini merupakan bagian dari proses verifikasi lapangan atas putusan sela Mahkamah Konstitusi, yang memberikan waktu 3 bulan ditambah 7 hari kepada pemerintah untuk menyelesaikan konflik batas wilayah dan memastikan pelayanan dasar berjalan optimal di wilayah yang disengketakan.

Ia juga menyebut, kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari hasil mediasi antara Pemkot Bontang dan Pemkab Kutim yang sebelumnya difasilitasi oleh Gubernur Kaltim di Jakarta.

ā€œSaya yakin kalau mereka sudah melihat langsung, akan berbeda pandangannya,ā€ ujar Agus Haris, yang selama ini berdomisili di Sidrap.

Kehadiran tim dari Provinsi Kaltim menjadi penting untuk memastikan Mahkamah Konstitusi tidak hanya menilai aspek legal formal, tetapi juga mempertimbangkan kondisi faktual di lapangan. Yakni, keberadaan ribuan warga yang sudah hidup, tinggal, dan terdata sebagai penduduk Kota Bontang, namun masih kesulitan mengakses hak-hak dasarnya secara utuh karena sengketa administratif wilayah.

Baca Juga:   APBN 2026: Kaltim Dikebiri, Pusat Membengkak

Kini, tugas kita adalah menunggu dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi. Apa pun hasilnya, yang paling penting adalah memastikan warga Sidrap mendapat kepastian layanan dan perlindungan hak-haknya secara adil, sesuai dengan kewenangan wilayah yang nantinya akan ditetapkan secara resmi.Ā (*)

Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.

BERITA POPULER